BREAKING NEWS

10/recent/ticker-posts

Right Button

test bannerSELAMAT DATANG DI WEBSITE MANADO RADJA MEDIAONLINE

Media Sosial dan Demokrasi: Pengaruh Medsos Terhadap Partisipasi Politik Masyarakat

Ditulis Oleh: Fannia Azhara

Negara Indonesia adalah negara yang menganut sistem Demokrasi Pancasila, yang berarti bahwa sebuah konsep demokrasi yang memiliki landasan nilai dalam Pancasila, yaitu dasar negara Indonesia. Konsep demokrasi pancasila merujuk pada sistem politik yang diterapkan di Indonesia, di mana demokrasi dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Pancasila.

Dalam perjalanan sistem demokrasi pancasila ini, Indonesia telah mengalami perubahan besar pada proses penyelenggaraan pemilihan umum yang telah terselenggara pertama kalinya pada tanggal 29 September 1955 dan masih tetap terlaksana secara berkala setiap lima tahunnya sampai pemilihan terakhir tanggal 17 April tahun 2019, dimana pada tahun 1955 tersebut masyarakat pertama kalinya dalam sejarah memilih wakilnya yang nantinya akan duduk sebagai anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Dimulai sejak terselenggaranya pemilihan umum secara demokrasi, maka semua keputusan-keputusan penting, yang dapat berpengaruh pada kehidupan masyarakat, dibuat berdasarkan pada persetujuan mayoritas dari warga negara, baik secara langsung maupun melalui perwakilan. Demokrasi dibuat untuk memberikan warga negara kebebasan untuk berpendapat dan berekspresi. 

Dalam perkembangan penggunaan sosial media saat ini, juga berdampak pada penyelenggaraan pemilihan umum, dimana penggunaan sosial media juga dilakukan dalam hal komunikasi politik sebagai Sumber informasi (Media sosial menjadi Media massa menjadi perantara yang memudahkan proses komunikasi dari pemerintah kepada masyarakat dan sebaliknya.

Dengan adanya informasi yang disampaikan tersebut, masyarakat dapat mengetahui dan menilai kinerja pemerintah),sebagai sarana kampanye Politik (Media sosial menjadi alat yang efektif dalam kampanye politik. Politisi dapat menggunakan media sosial untuk mempromosikan diri, menyebarkan pesan kampanye, dan membangun hubungan dengan pemilih.

Melalui media sosial, politisi dapat mencapai audiens yang lebih luas dan mempengaruhi opini publik), sebagai Partisipasi Politik (Media sosial meningkatkan partisipasi politik dengan memberikan platform bagi masyarakat untuk berdiskusi, berbagi informasi, dan menyuarakan pendapat mereka tentang isu-isu politik.

Media sosial memungkinkan masyarakat untuk terlibat dalam diskusi politik, mengorganisir gerakan sosial, dan mempengaruhi kebijakan publik), Sebagai sarana Tranparansi dan akuntability (Media sosial memungkinkan akses yang lebih mudah terhadap informasi politik dan tindakan politisi.

Masyarakat dapat mengawasi dan memantau tindakan politisi melalui media sosial, sehingga meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam dunia politik),juga untuk mengetahui Opinini Publik (Media sosial dapat digunakan untuk memantau opini publik tentang isu-isu politik. Politisi dan partai politik dapat menggunakan media sosial untuk mengukur sentimen publik, memahami kebutuhan pemilih, dan merespons dengan kebijakan yang relevan).

Sisi positif penggunaan sosial media sebagaimana dipaparkan di atas,  juga memberikan kekhwatiran bahwa akan menimbulkan konsekuensi negative bagi masyarakat. Beberapa orang berpendapat bahwa media digital dapat mendorong bentuk keterlibatan politik yang serius dan menyediakan peluang berkembangnya slacktivism atau feel-good activism. Isitilah-istilah ini mendeskripsikan aktivitas online yang berdampak pada hasil politik dan berfungsi untuk meningkatkan harga diri pengguna internet. Media digital memiliki ciri struktural yang dapat merusak, alih-alih meningkatkan kualitas politik dan komunikasi secara umum.

Lalu juga memungkinkan adanya pendapat atau fitnah yang dirancang untuk menyerang orang lain atau calon wakil rakyat untuk menimbulkan kemarahan dari pengguna internet.

Tidak jarang informasi yang tersebar melalui media sosial bukan sesuatu yang benar sesuai fakta dan cenderung bohong (hoax). Informasi yang beredar dalam masyarakat banyak yang ditumpangi oleh isu-isu politis yang sengaja digerakkan oleh kelompok tertentu menggunakan isu politik identitas untuk memprovokasi bahkan ada oknum yang sengaja menggerakkan tanda pagar atau hastag tertentu untuk menyerang pribadi tokoh yang tidak disukai karena alasan perbedaan identitas politiknya.

Penggunaan media sosial sebagai sarana komunikasi dalam pemilu di Indonesia mengakibatkan fanatisme yang berlebihan. Kampanye di jejaring sosial tidak lagi sebatas pada penyebaran visi, misi, dan program para calon kepada masyarakat melainkan berisi muatan yang mendiskreditkan calon lainnya dan cenderung mengarah pada penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dengan isu yang tidak berdasar.

Perubahan digital dalam komunikasi politik memberikan harapan namun juga ketakutan akan konsekuensi pada masyarakat secara luas dan juga pada fungsi dari sistem politik itu sendiri.

Namun, jika melihat dari sisi positifnya, ruang digital ini justru memberikan harapan akan adanya ruang publik baru untuk partisipasi politik, dan partisipasi masyarakat dalam politik itu sendiri, serta menguatkan demokrasi dalam masyarakat.

Banyak temuan penelitian yang menyatakan bahwa media dapat membantu meningkatkan partisipasi pemilih, karena bukan hanya untuk memberikan berbagai jenis informasi yang meningkatkan pengetahuan pemilih tentang calon, tetapi juga berkaitan dengan informasi dengan pemilihan itu sendiri sehingga pemilih baru dapat membuat keputusan berdasarkan apa yang mereka dapatkan dari sosial media.

Selain membuat keputusan, media sosial juga memberikan kebebasan berekspresi kepada penggunanya, Berbeda dengan paritipasi politik di era politik tradisional, partisipasi politik di era sosial media cenderung menjadi dialog dua arah, memberikan kebebasan menyatakan pendapat yang mendukung atau nantinya akan melawan. Dengan kata lain, partisipasi poliitk di era media sosial menjadi lebih interaktif, dan tidak berpedoman pada partai politik atau media massa.

Posting Komentar

0 Komentar